Saturday 27 April 2013

Status Indonesia: Waspada

       Di satu sisi Indonesia ingin mandiri dan merdeka dari intervensi pihak luar terhadap keputusan pengelolaan negara. Ingin kembali menjadi "Macan Asia" yang dimana diharapkan minimal dapat memenuhi kebutuhan pangan sendiri, bahkan menurut Menteri Kelautan dengan SDA khususnya laut  kita sangat menjanjikan dan dapat diekspor demi keuntungan dan kemaslahatan bersama. Indonesia menjadi sorotan dunia dengan kebijakan pembatasan impor di bidang pertanian yaitu holtikultural dan daging. Miris lihat negara yang agraris harus berjuang dalam memenuhi kebutuhan pangannya.
       Status Indonesia: Waspada, judulnya agak dramatisir sih. Bagaimana tidak, Indonesia dalam kondisi bahaya, negara kita tercinta diikat bagaikan boneka yang dikendalikan, tiap gerakan ada yang mengekangnya dan selalu didikte dalam menentukan sikap. Indonesia ditodong dengan berbagai senjata, antara lain:
  1. Senjata biologis dan kimia, bisa berupa kendali atas alam dan penyakit dengan menggunakan zat kimia. Ingat dengan laboratorium Namru yang memuat spesimen dan data-data segala virus endemic Indonesia. Mungkin saja SDA da SDM Indonesia telah disandera dengan pengendalian alam melalui hama, bahkan penyakit sehingga berobatpun butuh produk dari luar negeri.
  2. Senjata  sosiologi, patut untuk heran mengapa negara lain memiliki catat sejarah Indonesia, baik data BIN tentang kerusuhan serta isu sensitif yang dapat mengguncangkan stabilitas keamanan dalam negeri.
  3. Senjata keuangan, hutang luar negeri membuat kita ketergantungan dan tak bebas berekspresi dalam tiap kebijakan ekonomi.
  4. Senjata hukum, aturan yang tidak berpihak kepada Indonesia, mulai dengan pemerasan pengadilan internasional bagi penjabat-penjabat Indonesia yang telah masuk daftar kelayakan untuk dituntut dalam pengadilan HAM. berkaitan dengan kasus pembatasan Impor daging sapi dan holtikultural, amerika menngadukan Indonesia telah melanggar perjanjian perdagangan bebas.
        Rasa-rasanya anak-anak di negeri ini, termasuk para elit politik dan pemerintahan Indonesia sudah muak dengan segala kendali yang ada. Mereka ingin bersatu menegakan harkat dan martabat negara ini segagah zaman awal kemerdekaan. Mereka para pemimpin membutuhkan pelopor yang teguh dalam berpendirian dan dapat meyakinkan hati mereka sejalan dengan rasionalitas politik untuk dapat berjuang bersama-sama. Mungkin saat ini, kadar nekat para pemimpin kita sudah tinggi, namun kesiapan masyarakat belum cukup teguh.  Tampaknya pemerintah lupa, kebijakan saja tidaklah cukup, kondisi psikologi masyarakat yang sebenarnya dapat dijadikan sebagai sokong kekuatan, namun bila tidak menguasai dan tak pandai memenangkan hati masyarakat untuk percaya dan bertahan dengan kebijakan pemerintah, hal ini dapat menjadi senjata pemusnah harapan.
          Jangan heran saat kebijakan telah di sepakati, semangat pemimpin membara, dan tingginya nekat telah dibangun. Pada kebijakan impor daging sapi, Indonesia dapat bertahan dengan serangan bombardir kenaikan harga daging yang selangit. Kemudian  pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan impor buah holtikultural, dengan serangan yang  bertubi-tubi sedang serangan daging sapi belum usai, pemerintah pun mulai kewalahan, dan mulai memenuhi revisi kebijakan tersebut,..huh.
       Indonesia tertatih-tatih menegakka kepalanya. Indonesia harus mempersiapkn segala macam senjata, dan tak cukup satu, Indonesia juga dituntut memiliki berbagai macam strategi sampai plan Z. Sehingga bila ada serangan pada hentakan pertama kita tidak kedodoran dan buru-buru lembek

0 comments:

Post a Comment

 
;