Saturday, 6 April 2013

Politik=Kotor?


            Kita pernah mengalami prustasi dijajah selama 350 hampir-hampir tanah ini menjadi milik penjajah saja, dengan segala keterbatasan kita begitu rela hidup dijajah walau disiksa dizalami dari harkat dan martabat sebagai manusia, asal dapat menlanjutkan hidup saja sudah beruntung. Dan tak berbeda pula demikian saat ini kita mengalami prustasi dijajah, yang memilukan ialah dijajah oleh saudara sendiri. Menjajah melalui politik, roda utama dijalankanya pemerintahan dan kehidupan bangsa.
            Politik itu kotor, picik, dan busuk. Ibarat penyakit yang menjijikkan. Politikus (orang yang berpolitik secara partai) dianggap orang yang berpenyakitan, apa yang dikatakan ialah bau, apa yang dilakukan adalah cacat dan penebar virus. Adapun anggapan ‘biarkan orang-orang busuk melakukan politik.’ Lalu Pemilihan Umum tak mengubah anggapan politik busuk padahal ada andil masyarakat yang memilih politikus tersebut.
            Masyarakat kita tak sadar opininya digiring untuk membentuk pemikiran bahwa politik adalah neraka dan politikus adalah penghuni neraka, sehingga putra-putri terbaik Indonesia yang memiliki potensi memimpin secara baik takut untuk berpolitik atau terlibat didalamnya dan tujuan lain agar yang dapat menikmati fasilitas di dunia politik hanya golongan ‘mereka’ (tertentu, maksudnya yang memimpin hanya keturunan atau keluarga dari pemimpin terdahulu  sehingga sering disebut kerjaan politik) saja sehingga ‘mereka’ tak perlu membagi kesenangan dengan yang lain. Alhasil maka orang-orang yang tidak bertanggungjawab semakin terlena dengan menikmati jabatan dan bermain-main di dunia politik untuk memuaskan nafsu sendiri dengan mengorbankan oranglain bahkan harga dirinya sendiri.
            Kita tahu ada-tiada,baik-buruk, selalu berdampingan dan menjadi hukum mutlak adanya. Saat ini politikus ‘baik’ sedikit jumlahnya dan didominasi politik ‘buruk’, hingga umumnya orang mengaggap bahwa politik itu buruk. Namun bukan berarti politikus ‘baik’ tak ada. Dengan adanya demokrasi dan pemilu, kita disugguhkan berbagai pilihan pemimpin, inilah saatnya kita mengkritisi untuk memilih yang terbaik, karena integritas dan kemampuannya membawa bangsa ini bermartabat di dunia internasional.
            Kita memasuki tahap kepedulian dengan bangsa dalam memerdekan diri dari penjajah tersebut dengan memilih peimpin yang terbaik serta terus memantau dan menjaga kewaspadaan, sambil belajar mendewasakan diri. Bayangkan bila mental kita tak siap melawan penjajah Belanda kala itu dan tak ada tekad bulat untuk merdeka akankah kita dapat merasakan kemerdekaan menikmati tanah air ini. Maka raihlah kemerdekaan yang sesungguhnya dan  jangan mau kita dijajah, dimulai  dengan AKU PEDULI.

0 comments:

Post a Comment

 
;