Kita pernah mengalami
prustasi dijajah selama 350 hampir-hampir tanah ini menjadi milik penjajah
saja, dengan segala keterbatasan kita begitu rela hidup dijajah walau disiksa
dizalami dari harkat dan martabat sebagai manusia, asal dapat menlanjutkan
hidup saja sudah beruntung. Dan tak berbeda pula demikian saat ini kita
mengalami prustasi dijajah, yang memilukan ialah dijajah oleh saudara sendiri.
Menjajah melalui politik, roda utama dijalankanya pemerintahan dan kehidupan
bangsa.
Politik itu kotor,
picik, dan busuk. Ibarat penyakit yang menjijikkan. Politikus (orang yang
berpolitik secara partai) dianggap orang yang berpenyakitan, apa yang dikatakan
ialah bau, apa yang dilakukan adalah cacat dan penebar virus. Adapun anggapan ‘biarkan
orang-orang busuk melakukan politik.’ Lalu Pemilihan Umum tak mengubah anggapan
politik busuk padahal ada andil masyarakat yang memilih politikus tersebut.
Masyarakat kita tak
sadar opininya digiring untuk membentuk pemikiran bahwa politik adalah neraka
dan politikus adalah penghuni neraka, sehingga putra-putri terbaik Indonesia yang
memiliki potensi memimpin secara baik takut untuk berpolitik atau terlibat didalamnya
dan tujuan lain agar yang dapat menikmati fasilitas di dunia politik hanya
golongan ‘mereka’ (tertentu, maksudnya yang memimpin hanya keturunan atau
keluarga dari pemimpin terdahulu sehingga sering disebut kerjaan politik) saja
sehingga ‘mereka’ tak perlu membagi kesenangan dengan yang lain. Alhasil maka
orang-orang yang tidak bertanggungjawab semakin terlena dengan menikmati jabatan
dan bermain-main di dunia politik untuk memuaskan nafsu sendiri dengan
mengorbankan oranglain bahkan harga dirinya sendiri.
Kita tahu
ada-tiada,baik-buruk, selalu berdampingan dan menjadi hukum mutlak adanya. Saat
ini politikus ‘baik’ sedikit jumlahnya dan didominasi politik ‘buruk’, hingga
umumnya orang mengaggap bahwa politik itu buruk. Namun bukan berarti politikus ‘baik’
tak ada. Dengan adanya demokrasi dan pemilu, kita disugguhkan berbagai pilihan
pemimpin, inilah saatnya kita mengkritisi untuk memilih yang terbaik, karena
integritas dan kemampuannya membawa bangsa ini bermartabat di dunia
internasional.
Kita memasuki tahap
kepedulian dengan bangsa dalam memerdekan diri dari penjajah tersebut dengan
memilih peimpin yang terbaik serta terus memantau dan menjaga kewaspadaan,
sambil belajar mendewasakan diri. Bayangkan bila mental kita tak siap melawan
penjajah Belanda kala itu dan tak ada tekad bulat untuk merdeka akankah kita
dapat merasakan kemerdekaan menikmati tanah air ini. Maka raihlah kemerdekaan
yang sesungguhnya dan jangan mau kita
dijajah, dimulai dengan AKU PEDULI.
0 comments:
Post a Comment