Mengupas
mengenai hal-hal yang menjadikan dakwah roboh ditangan dai. Walau ada faktor
eksternal, namun yang dapat disimpulkan dalam buku ini ialah faktor internal
yang banyak mempengaruhi robohnya dakwah baik internal organisasi dakwah juga
dalam internal Islam itu sendiri. Musuh dalam selimut ialah musuh yang paling
berbahaya. Karena kita tak akan pernah mengetahui dan menyadari betapa
berbahayanya penyakit jenis ini yang menggerogoti perjuangan dakwah. Adapun hal
yang menarik, memahami tujuan dari dakwah dengan berbagai gerakan organisasi
yang terkadang pada kenyataannya terjadi gesekan sosial terutama dikalangan
muda yang sebenarnya masih harus mempelajari ilmu itu sendiri. ketergesa-gesaan
agaknya menjadi sumber dari gesekan dan penyumbang robohnya dakwah.
Imam Hasan Al Bana telah mengisyaratkan hal ini dalam risalah mu’tamar khamis.
Beliau berkata,”wahai ikhwan, terutama mereka yang bersemangat dan
tergesa-gesa diantara kalian. Dengarkan suara lantangku, bahwa jalan kalian ini
langkahnya telah digoreskan, batas-batasnya telah diletakkan. Saya tidak
melanggar batas-batas ini, yang telah saya yakini bahwa ini adalah jalan yang
paling selamat untuk sampai ke tujuan. Tentu saja, jalannya begitu panjang,
namun tidak ada jalan selainnya. Sesungguhnya kepahlawanan itu hanya dapat
terlihat melalui kesabaran, ketahanan, kesungguhan, dan kerja yang tak mengenal
lelah. Barang siapa diantara kalian tergesa-gesa ingin menikmati buah sebelum
masak atau memetik bunga sebelum mekar, maka saya tidak bersamanya sejenakpun.
Ia lebih baik minggir dari dakwah ini untk mencari medan yang lain.”
Sejarah perjalanan kita yang masih pendek ini telah memiliki pengalaman yang
kaya akan mutiara pelajaran, dan itu telah dibayar mahal oleh dunia islam. Hal
tersebut mengharuskan kita mengambil manfaat darinya semaksimal mungkin, agar
kasus-kasus semisal tidak terulang lagi. Keragaman merupakan potensi besar bagi
lahirnya pertikaian di dunia Islam, dan inilah mereka inginkan. Musuh-musuh
Islam tidak akan mencurahkan perhatiannya kepada sesuatu, selain dalam rangka
menciptakan pertikaian, agar nantinya mereka leluasa bermain diatasnya,
kemudian memanfaatkannya untuk menyusun rancangan politik dan persekongkolan. Pada
masa lalu, keragaman jamaah lahir benar-benar memiliki alasan syariat. Para
pemiliknya benar-benar memiliki kemampuan telaah dan ijtihad yang memadai.
Meskipun begitu, mereka tetap menjaga akhlak dan prinsip ikhtilaf tanpa keluar
dari jalur ukhuwah selangkah pun.
Ketika hal ini dan yang lebih dari ini (dunia Islam telah muncul beberapa
kelompok orang yang begitu serius memperhatikan nasib muslimin dan kondisi
murtad mereka. Sementara dibelahan dunia yang lain orang-orang begitu sibuk
memerangi bid’ah maulud nabi, tasbih, dan shalat tarawih, dan bahkan ada yang
sedang melamun menunggu datangnya imam mahdi.), maka keragaman dalam dunia
Islam telah menjadi perbuatan dosa dan tercela, disamping tentu ia adalah
fenomena pahit dan merupakan lembaran hitam sejarah Islam. Rasullullah
bersabda:
"Tangan
Allah bersama jama’ah (kebersamaan)" (HR.Tirmidzi).
"Bukanlah
dari golonganku orang yang berperang atas fanatisme dan bukanlah dari golongan
ku orang yang mati membela fanatisme" (HR. Abu Daud)
Akhirnya yang dituntut, terutama dari kalangan kaum muda, adalah belajar agama
Islam terlebih dahulu sebelum berani member fatwa dan menepatkan hukum. Hal
yang mengherankan dan mengundang pemikiran serta perenungan adalah, bahwa
mereka tidak berfikir seharipun tentang komunis dan pengingkarannya kepada
Tuhan, sekularisme dengan kesesatannya, serta zionisme dengan
persengkongkoolannya. Namun yang selalu menjadi sasaran permusuhan mereka
secara terus menerus, justru aktivis dakwah, hanya karna berbeda cara
pandangan. Baik para ulama, lembaga atau organisasi islam, serta gerakan dakwah
dan jamaahnya.
Terlalu berani berfatwa yaitu ta’wil (interprestasi): salah satu
ungkapan ahli illmu dari kalangan salafusaleh ketika mencela orang-orang yang
mempermudah urusan ijtihad dan fatwa adalah ”kalau salah seorang dari kalian
ada yang member fatwa akan sebuah masalah lalu diajukan kepada Umar ra.,
sungguh niscaya umar mengumpulkan ahli badr untuk menjawabnya.”
Mengkafirkan orang lain (takfir) adalah kecerobohan yang berbahaya.
Keberanian ini merupakan perangai yang sangat berbahaya. Padahal ulama adalah
ruujukan Islam yang umat Islam mendapatkan ilmu dari mereka.
Salah
satu kenyataan yang tidak boleh dilupakan, bahwa gerakan Islam belum sampai
membentuk apa yang dikatakan sebagai Jamaatul Muslimin yang dikehendaki oleh
sabda Nabi saw. gerakan dakwah harus bercita-cita mewujudkannya. Jika telah
terwujud, kaum Muslim hendaknya menghimpun diri kepadanya untuk mencapai tujuan
yang dicita-citakan islam. Satu hal yang perlu ditegaskan bahwa yang tidak
berhimpun dengan gerakan islam tidak lalu dikatakan sebagai orang murtad, hanya
saja mereka mu-qashir
(cacat) dalam menjalankan kewajiban syariatnya.
Salah satu prinsip gerakan Islam adalah memandang kaum Muslim, dengan segenap
perbedaan mazhabnya sebagai ummah wahidah
(umat yang satu). Ia berupaya menyatukan mereka dalam memahami hakikat Islam,
sebagaimana tersebut dalam Al-Ushul Al-Isyrin. Gerakan Islam selalu berusaha
untuk bekerja sama dengan lembaga-lembaga dakwah yang lain. Ia berupaya untuk
mendekatkan cara pandangan dan memadukan perbedaan pola pikir. Seyogianya para
pekerja dakwah tidak mudah direnggangkan oleh masalah-masalah fiqih dan
perbedaan mazhab.
Orang-orang
mukmin dalam menjalin hubugan kasih sayang dan cinta itu bagaikan satu tubuh.
Apabila satu anggota tubuh mengeluh, maka anggota tubuh yang lain akan ikut
menderita susah tidur dan demam.
(HR.
Bukhari dan Muslim)
0 comments:
Post a Comment