Menulis
itu hal yang gampang-gampang susah. Yang membuatnya gampang/mudah adalah saat
ini tersedia berbagai saranan tak serumit mesin tik yang menggunakan 11 jari.
Bisa di publish secara umum melalui media yang ada diinternet, semua bisa
membacanya. Tak musti harus mencetak buku atau berkompetisi mengirimkan tulisan
ke media cetak lainnya. Tentunya bagi mereka tulisannya yang di muat di media
cetak memiliki nilai lebih karena mengalami proses editorial yang teliti serta
isi yang baik sehingga layak untuk di publis di media cetak tsb.
Yang
membuat tulisan itu menjadi sulit ialah ketika kita menulis dengan serius
dibutuhkan waktu dan pemahaman yang matang, dengan berbagai referensi sehingga
tida menjadikan tulisan itu membosankan untuk dibaca. Isinya penuh dengan
khasanah ilmu yang membuat pembaca tak henti-hentinya memuasakan dahaga ilmu
dari tulisan itu.
Berawal
dari surat hingga up date status di media sosial. Menjadikan kita mudah dalam
mengembangkan daya nalar, seni, dan kemampuan menulis. Tak sekedar curcol (curhat kecolongan) atau
kicauan yang tanpa makna. Menulis menjadikan pembaca bertambah khasanah ilmu
dan minimal tercerahkan bahkan terilhami dari tulisan yang tentunya hasil
pemikiran dan pengalaman hidup sang penulis.
Tulisan
itu abadi tak lekang oleh waktu. Dan penulisnya pun akan meraih kemuliaan atas
tulisannya yang bermanfaat tersebut. Kita lihat Abu Hurairah yang sangat
mengagumi Rasulullah saw, mendampingi hampir setiap aktifitasnya. Tak mau
kehilangan ilmu dari Rasulullah saw, ia selalu mencatat semua apa-apa yang keluar
dari ucapan Rasullullah saw persis dengan waktu dan alasan kejadian yang
melatarbelakanginya. Dan ia, Abu Hurairah terkenal sebagai perawi hadis
terbanyak dari kalangan sahabat dan hasan/terpercaya ke sahihannya. Ya, berawal
mencatat saja, bahkan Al-Qur'an yang kita miliki sekarang adalah hasil catatan
dari para penulis yang berasal dari para hafiz dengan sekelumit metode hingga
menghasilkan mushaf Al-Qur'an yang tak berubah sedikitpun dari apa yang dihafal
oleh Rasulullah saw. hingga yang kita pegang sekarang.
Adapun
para penterjemah dari masa Khalifah Harun Al-Rasyid, dimana semua bidang ilmu yang
bersumber dari luar negeri atas perintah sang Amirul Mukmini itu untuk
diterjemahkan dan kemudian dibuka untuk umum perpustakaan bagi mereka yang
ingin mempelajari ilmu tersebut, dan di masa itu lahirlah para ilmuan muslim
yang terkenal seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, dll. Menulis dengan cara
menterjemahkan kitab aslinya.
Para ilmuan dan sastrawan, mereka menulis berdasarkan hasil pemikiran dan khasanah
pengetahuan serta pengalaman hingga menghasilkan karya yang orisil, inilah letak
sulitnya menulis dan penghargaan tertinggi bagi penulis itu sendiri.
Menulislah, ia mengasah cita rasa kita. tak ada yang sia-sia dari menulis. Dengan menulis kita akan memahami diri kita sendiri serta sebagai sarana mengukur daya beserta kelemahan yang ada. Menulis dengan gaya mencatat, menterjemahkan, atau bahkan menciptakan karya orisinil sendiri, itu semua adalah sah-sah saja.
0 comments:
Post a Comment