"Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk
oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta
upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur'an)". Al Qur'an itu tidak lain
hanyalah peringatan untuk segala ummat". (QS. Al-An'aam: 90).
Tugas
negara adalah mengubah teori menjadi kenyataan, mengubah norma menjadi
undang-undang, dan memindahkan keindahan etika menjadi praktek sehari-hari. (Yusuf Qardhawi)
Nama dan Nasab
Beliau adalah Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin al-Hakam bin Abil Ash bin Umayyah bin Abdi
Syams bin Abdi Manaf bin Qushoi bin Kilab, al-Qurosyi al-Madani. Ayah beliau
yaitu Abdul Aziz bin Marwan adalah seorang yang pernah menjabat pemimpin di
salah satu wilayah kota Mesir dan di sana pulalah beliau lahir, sedangkan ibu
beliau adalah Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Khoththob رضي الله عنه.
Beliau
adalah seorang yang berkulit coklat sawo matang, berparas lembut, berbadan
kurus, berjenggot rapi, bermata cekung, dan di wajahnya ada bekas luka karena
tertanduk kuda.Dan di masa mudanya Umar bin Abdul Aziz lebih mengutamakan ilmu
dari menyibukkan urusan kekuasaan dan jabatan, sehingga ia telah hafal al-Qur'an
di masa kecilnya lalu beliau meminta kepada ayahnya agar mengizinkannya untuk
melakiikan rihlah (perjalanan jauh) dalam tholabul
ilmi (menuntut ilmu). Maka berangkatlah ia ke
Madinah, kota yang dahulu ditinggali Rosululloh صلي الله عليه وسلم. Di sana beliau duduk belajar agama menimba ilmu akhlak dan adab
kepada para fuqoha Madinah. Dan di sanalah pula beliau dikenal dengan ilmu dan
kecerdasannya, sehingga Alloh عزّوجلّ menakdirkan kelak ia akan menjadi
seorang pemimpin yang adil dan faqih dalam urusan agamanya. Setelah ayahanda
meninggal dunia beliau diminta untuk tinggal bersama pamannya yaitu Abdul Malik
bin Marwan bahkan ia dinikahkan dengan putrinya yaitu Fathimah binti Abdul
Malik bin Marwan.
Garis nasab beliau sebenarnya tidak berjalur darah kekhilafahan, karena beliau
adalah putra dari Abdul Aziz bin Marwan
sedang jalur kekhilafahan adalah pada nasab Abdul Malik bin Marwan. Kepemimpinan beliau sangat mirip dengan kepemimpinan
sahabat mulia Abu Bakr ash-Shiddiq رضي الله عنه, karena beliau hanya memerintah selama kurang lebih 2 tahun 5
bulan, namun beliau mampu mengembalikan kejayaan Islam setelah sebelumnya
terpuruk dan terkalahkan oleh kezaliman para penguasa.
Awal Mula
Kepemimpinan Beliau
Dari Roja' bin Haiwah رحمه الله ia berkata, "Pada
hari Jum'at, kholifah kaum muslimin pada waktu itu yaitu Sulaiman bin Abdul
Malik mengenakan pakaian berwarna hijau lalu ia melihat ke arah cermin
seraya berkata, 'Sungguh demi Alloh عزّوجلّ aku adalah seorang pemuda yang menjadi
raja.'". Setelah usia beliau telah lanjut ia menulis surat wasiat bahwa
penggantinya kelak adalah putranya sendiri yaitu Ayub bin Sulaiman namun
ia masih kecil dan belum baligh, maka aku (Roja' bin Haiwah) katakan, 'Apa yang
telah engkau persiapkan wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya yang menjaga
seorang kholifah kelak di alam kuburnya adalah kebaikannya karena telah
menunjuk penggantinya yang sholih.' Lalu beliau menjawab, 'Sesungguhnya aku
telah menulis surat wasiat setelah beristikhoroh kepada Alloh عزّوجلّ perihal penggantiku
kelak.' Namun, setelah berlalu satu atau dua hari tiba-tiba beliau membakar
surat wasiat yang telah ia tulis lalu memanggilku dan bertanya, 'Menurutmu
bagaimana dengan Dawud bin Sulaiman?' Aku katakan, 'Beliau saat ini sedang
menghilang di kota Konstantinopel dan tidak ada kabar berita apakah ia masih
hidup atau telah meninggal sebagaimana engkau ketahui.' Beliau melanjutkan,
'Wahai Roja', kalau begitu siapa orang yang pantas menjadi penggantiku?' Aku
katakan, 'Itu berada pada keputusanmu, aku hanya ingin tahu siapa orang yang
engkau pilih kelak.' Kholifah mengatakan, 'Bagimana menurutmu dengan Umar
bin Abdul Aziz?' Aku katakan, Aku mengetahui siapa beliau, beliau adalah
seorang yang jujur dan memiliki keutamaan.' Lalu beliau menandaskan, 'Kalau
begitu aku akan tetapkan bahwa ia adalah penggantiku, tetapi bila aku tidak
menetapkan salah satu dari keturunan Abdul Malik pasti akan terjadi fitnah, dan
mereka tidak akan membiarkan kepemimpinan berpindah dari tangan mereka kecuali
bila aku tetapkan salah satu keturunan mereka adalah pengganti setelah Umar bin
Abdul Aziz.' Maka aku katakan, 'Kalau begitu, tetapkan saja Yazid bin Abdul
Malik —dan tatkala itu beliau sedang tidak di tempat—sebagai pengganti Umar bin
Abdul Aziz kalau memang hal itu akan membawa kepada keridhoan mereka.' Kemudian
kholifah Sulaiman bin Abdul Malik menuliskan surat wasiat penetapan Umar bin
Abdul Aziz sebagai penggantinya dan Yazid bin Abdul Malik adalah pengganti
setelah Umar bin Abdul Aziz.’
Dari Abdul Aziz bin Umar bin Abdul Aziz ia bercerita, "Seusai Umar bin
Abdul Aziz menguburkan Sulaiman bin Abdul Malik dan baru keluar dari pekuburan
ia mendengar suara hentakan kaki kendaraan (hewan tunggangan, Red.), lalu ia
bertanya, 'Suara apa itu?' Lalu dijawab, 'Itu adalah suara kendaraannya
kholifah wahai Amirul Mukminin, aku mendekatkannya agar engkau menaikinya.' Ia
menjawab, 'Siapa aku ... aku tidak pantas menaikinya ... jauhkan itu dariku,
dekatkan saja keledaiku.' Lalu aku dekatkan keledainya lalu beliau menaikinya.
Kemudian datang pengawal kholifah di depan beliau dengan membawa tombak, lalu
beliau mengatakan, 'Menjauhlah kalian dariku, siapa aku ... aku hanyalah salah
satu di antara kaum muslimin.' Lalu beliau berjalan dan manusia mengikutinya
hingga mereka sampai ke masjid, lalu beliau naik mimbar dan manusia berkumpul
kemudian beliau mengatakan, 'Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku telah
diuji dengan perkara ini (kepemimpinan, Red.), tiadanya kesepakatan dariku
sebelumnya, tidak pula ada permohonan atau musyawarah dari kaum muslimin, maka
dengan ini aku umumkan bahwa aku telah melepas kewajiban kalian untuk berbai'at
kepadaku. Maka silakan kalian memilih orang yang pantas menjadi pemimpin
kalian.' Maka semua manusia bersuara dengan satu suara seraya mengatakan,
'Sungguh kami telah memilih engkau wahai Amirul Mukminin, dan kami telah ridho
denganmu, maka jalankan amanah ini semoga Alloh عزّوجلّ memberkahimu.' Maka tatkala
semua suara telah mereda dan semua manusia telah ridho dengan kepemimpinan
beliau lalu beliau memuji Alloh عزّوجلّ, menyanjung-Nya, dan bersholawat kepada Nabi صلي الله عليه وسلم, lalu mengatakan,
'Sesungguhnya aku berwasiat agar kalian senantiasa bertakwa kepada Alloh عزّوجلّ karena takwa kepada-Nya
akan menjaga diri dari segala sesuatu, beramallah untuk akhirat kalian, karena
barang siapa yang beramal untuk akhiratnya maka Alloh عزّوجلّ akan mencukupkan urusan
dunianya .... Wahai sekalian manusia, kepada (pemimpin) yang taat kepada Alloh عزّوجلّ maka kalian wajib
menaatinya dan kepada (pemimpin) yang bermaksiat kepada-Nya maka kalian wajib
tidak menaatinya, maka taatilah aku selama aku menaati Alloh عزّوجلّ dan bila aku bermaksiat
kepada-Nya maka janganlah kalian menaatiku.'"
Karakteristik
Kepribadian
a. Rasa takut
yang tinggi kepada Allah
Hal yang menjadikan Umar bin Abdul Aziz begitu fenomenal bukanlah karena
banyaknya shalat dan puasa yang dikerjakan, tetapi karena rasa takut yang
tinggi kepada Allah dan kerinduan akan surga-Nya. Itulah yang mendorong beliau
menjadi pribadi yang berprestasi dalam segala aspek; ilmu dan amal. Dikisahkan
pada suatu hari si Umar kecil menangis tersedu dan hal itu terdengar oleh
ibunya. Lantas ditanyakan apa sebabnya. Beliau pun menjawab: "Aku teringat
mati". Maka sang ibu pun menangis dibuatnya.
Pernah seorang laki-laki mengunjungi Umar bin Abdul Aziz yang sedang memegang
lentera. "Berilah aku petuah!", Umar
membuka
perbincangan. Laki-laki itu pun berujar: "Wahai Amirul Mukminin!! Jika
engkau masuk neraka, orang yang masuk surga tidaklah mungkin bisa memberimu
manfaat. Sebaliknya jika engkau masuk surga, orang yang masuk neraka juga
tidaklah mungkin bisa membahayakanmu". Serta merta Umar bin Abdul Aziz pun
menangis tersedu sehingga lentera yang ada di genggamannya padam karena
derasnya air mata yang membasahi.
b. Wara'.
Di antara bentuk nyata sikap Wara' yang dimiliki Umar bin Abdul Aziz adalah
keenganan beliau menggunakan fasilitas negara untuk keperluan pribadi, meskipun
hanya sekedar mencium bau aroma minyak wangi. Hal itu pernah ditanyakan oleh
pembantunya, "Wahai khalifah! Bukankah itu hanya sekedar bau aroma saja,
tidak lebih?". Beliau pun menjawab: "Bukankah minyak wangi itu
diambil manfaatnya karena bau aromanya?"
Dikisahkan suatu hari Umar bin Abdul Aziz pernah mengidam-idamkan buah apel.
Tiba-tiba salah seorang kerabatnya datang berkunjung seraya menghadiahi
sekantong buah apel kepada beliau. Lalu ada seseorang yang berujar: "Wahai
Amirul Mukminin Bukankah Nabi r dulu pernah menerima hadiah dan tidak menerima
sedekah?". Serta merta beliau pun menimpali, "Hadiah di zaman Nabi r
benar-benar murni hadiah, tapi di zaman kita sekarang ini hadiah berarti
suap".
c. Zuhud.
Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang sangat zuhud, bahkan kezuhudan yang
dimilikinya tidaklah mungkin bisa dicapai oleh siapa pun setelahnya. Kezuhudan
yang mencapai level tertinggi di saat 'puncak dunia' berada di genggamannya.
Malik bin Dinar pernah berkata: "Orang-orang berkomentar mengenaiku,
"Malik bin Dinar adalah orang zuhud." Padahal yang pantas dikatakan
orang zuhud hanyalah Umar bin Abdul Aziz. Dunia mendatanginya namun
ditinggalkannya".
Pernahkan terbetik di benak kita seorang kepala negara ketika berkeinginan
menunaikan ibadah haji, ia tidak bisa berangkat hanya karena uang perbekalannya
tidak cukup? Pernahkah terlintas di bayangan kita seorang bangsawan yang hanya memiliki
satu buah baju, itu pun berkain kasar? Si zuhud Umar bin Abdul Aziz pernah
mengalaminya!
d.
Tawadhu'
Keluhuran budi pekerti yang dimiliki Umar bin Abdul Aziz sangatlah tinggi. Hal
itu tercermin dari sekian banyaknya karakteristik yang menonjol pada diri
beliau. Di antaranya adalah sikap Tawadhu'nya. Suatu hari ada seorang laki-laki
memanggil beliau, "Wahai khalifah Allah di bumi!" Maka beliau pun
berkata kepadanya:
"Ketika
aku dilahirkan keluargaku memberiku nama Umar. Lalu ketika aku beranjak dewasa
aku sering dipanggil dengan sebutan Abu Hafs. Kemudian ketika aku diangkat
menjadi kepala negara aku diberi gelar Amirul Mukminin. Seandainya engkau
memanggilku dengan nama, sebutan atau gelar tersebut aku pasti menjawabnya.
Adapun sebutan yang barusan engkau berikan, aku tidaklah pantas menyandangnya.
Sebutan itu hanya pantas diberikan kepada Nabi Daud u dan orang yang
semisalnya", seraya membacakan firman Allah, Artinya: "Hai Daud,
sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi". (QS.
Shad: 26).
Namun, ada yang lebih mengagumkan lagi! Kisah yang mencerminkan sikap Tawadhu'
yang dimilikinya; Kisah Umar bin Abdul Aziz dengan seorang pembantunya. Pernah
suatu saat Umar bin Abdul Aziz meminta seorang pembantunya untuk mengipasinya.
Maka dengan penuh cekatan
sang
pembantu segera mengambil kipas, lalu menggerak-gerakkannya. Semenit, dua menit
waktu berlalu, hingga akhirnya Umar bin Abdul Aziz pun tertidur. Namun, tanpa
disadari ternyata si pembantu juga ikut ketiduran. Waktu terus berlalu,
tiba-tiba Umar bin Abdul Aziz terbangun. Ia mendapati pembantunya tengah
tertidur pulas dengan wajah memerah dan peluh keringat membasahi badan
disebabkan panasnya cuaca. Serta merta Umar bin Abdul Aziz pun mengambil kipas,
lalu membolak-balikkannya mengipasi si pembantu. Dan sang pembantu itu pun
akhirnya terbangun juga, begitu membuka mata ia mendapati sang majikan tengah
mengipasinya tanpa rasa sungkan dan canggung. Maka dengan gerak reflek yang
dimilikinya ia menaruh tangan di kepala seraya berseru karena malu. Lalu Umar
bin Abdul Aziz pun berkata menenangkannya: "Engkau ini manusia sepertiku!
Engkau merasakan panas sebagaimana aku juga merasakannya. Aku hanya ingin
membuatmu nyaman -dengan kipas ini- sebagaimana engkau membuatku nyaman".
e. Adil.
Di antara sekian karakteristik yang dimiliki Umar bin Abdul Aziz, adil adalah
sikap yang paling menonjol. Sikap itulah yang menjadikan nama beliau begitu
familiar di telinga generasi setelahnya hingga hari ini. Keadilannya selalu
digaungkan oleh para pencari keadilan, entah karena betul-betul ingin
menapaktilasi jejaknya ataukah hanya sekedar kamuflase belaka. Yang terpenting
adalah nama besarnya telah mendapat tempat di hati para penerus perjuangannya.
Dan nama itu terukir indah dengan tinta emas di deretan para pemimpin yang
adil, para pemimpin yang terbimbimg oleh kesucian wahyu; Al Qur'an dan Sunnah,
para pemimpin yang dijuluki al-Khulafa' ar-Rasyidun. Dan sejarah Islamlah
pengukirnya.
Al-Ajurri menceritakan sikap adil yang dimilikinya, beliau berujar:
"Seorang laki-laki Dzimmi dari penduduk Himsh pernah mendatangi Umar bin
Abdul Aziz seraya mengadu: "Hai Amirul Mukminin! Aku ingin diberi
keputusan dengan hukum Allah". "Apa yang engkau maksud?", sergah
Umar bin Abdul Aziz. "Abbas bin Walid bin Abdul Malik telah merampas
tanahku", lanjutnya -saat itu Abbas sedang duduk di samping Umar bin Abdul
Aziz-. Maka Umar bin Abdul Aziz pun menanyakan hal itu kepada Abbas, "Apa
komentarmu?". "Aku terpaksa melakukan itu karena mendapat perintah
langsung dari ayahku; Walid bin Abdul Malik", sahut Abbas membela diri.
Lalu Umar pun balik bertanya kepada si Dzimmi, "Apa komentarmu?".
"Wahai Amirul Mukminin! Aku ingin diberi keputusan dengan hukum
Allah", ulang si Dzimmi. Serta merta Umar bin Abdul Aziz pun berkata: “Hukum
Allah lebih berhak untuk ditegakkan dari pada hukum Walid bin Abdul Malik”,
seraya memerintahkan Abbas untuk mengembalikan tanah yang telah dirampasnya.
Kisah di atas hanyalah satu dari sekian puluh bahkan ratus sikap adil yang
dimiliki Umar bin Abdul Aziz. Kisah tentang keadilannya begitu mudah di dapati
di buku-buku sejarah yang menulis biografinya. Kisah yang memenuhi lembar demi
lembar buku para sejarawan. Sungguh sebuah kisah, siapa pun pembacanya pasti
akan menggeleng-gelengkan kepala tanda takjub sambil menyunggingkan rasa
masygul tanpa ragu, diiringi air mata bahagia yang turut mengharukan suasana.
Wafatnya
Beliau
Beliau meninggal dunia di Dir Sam'an sebuah kota di Hims, pada tanggal 20 Rojab
101 H. Tatkala itu beliau baru berumur 39 tahun 6 bulan. Beliau meninggal dunia
karena diberi racun oleh Bani Umayyah yang jemu dengan beliau sebab beliau
sangat mempersempit keinginan mereka dan mengadili harta yang mereka ambil dan
hal itu membuat murka mereka, sedang beliau tidak terlalu memperketat penjagaan
dirinya.
Mujahid menceritakan: "Umar bin Abdul Aziz telah berkata kepadaku, 'Apa
yang manusia katakan tentang diriku?' Aku katakan, 'Mereka menyangka engkau
terkena sihir.' Beliau menjawab, 'Sungguh aku tidak terkena sihir, dan aku
masih ingat pada waktu itu tatkala aku diberi minuman yang telah dibubuhi racun
yang dibawa oleh budakku, maka kupanggil budakku tersebut lalu kukatakan
kepadanya, 'Celaka kamu, apa yang mendorongmu sehingga engkau memberiku minuman
yang dibubuhi racun?' Budak itu menjawab, 'Upah 1.000 dinar dan janji bahwa aku
akan dimerdekakan.'" Lalu Umar bin Abdul Aziz berkata, "Mana uang
tersebut?" Lalu budak itu mengambilnya kemudian beliau mengambil uang
tersebut dan memberikannya kepada baitul mal seraya mengatakan, "Sekarang
pergilah anda dan jangan ada seorang pun yang melihatmu."
Akhirnya,
beliau meninggal dunia dengan meninggalkan 11 anak, dan harta yang beliau
tinggalkan hanya sebanyak 17 dinar, beliau dikafani dengan kain kafan seharga 5
dinar, dan tanah tempat ia dikubur dibeli dengan harga 2 dinar sedangkan
sisanya dibagikan kepada anak-anaknya sehingga masing-masing hanya mendapatkan
harta warisan dari sang kholifah kaum muslimin sebanyak 19 dirham.
Keberhasilan dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat
inilah yang membuat Umar bin Abdul Aziz tidak hanya layak disebut sebagai
pemimpin negara, tetapi juga sebagai fiskalis muslim yang mampu merumuskan,
mengelola, dan mengeksekusi kebijakan fiskal pada masa kekhalifahannya.
Barangkali, istilah fiskal memang belum dikenal pada masa itu karena istilah
ini baru digunakan pada abad 20 sebagai respon sistem ekonomi kapitalis atas
depresiasi ekonomi yang melanda dunia pada tahun 1930. Hal ini
dapat dilihat dari pengelolaan penerimaan negara yang meliputi pajak, zakat,
khums (bagian seperlima), dan distribusi pengeluaran negara yang meliputi
belanja pegawai, belanja peralatan administrasi negara, pendidikan, dan
distribusi zakat. Dia tidak wafat, kecuali setelah membuat seluruh rakyatnya
kaya.” (Abdullah bin Abdul Hakam dalam Biogafi Umar bin Abdul Aziz,
alih bahasa, Habiburrahman Syaerozie, hal. 88-89).
Maroji:
Majalah
Al-Furqon No.114 Ed 11 Th. Ke-10_1432 H
Www.Ibnumajjah.Wordpress.Com.
Www.Ibnumajjah.Wordpress.Com.
Wildan Alfian Noor(Alumni PPSDMS Angkatan 3,
Regional III Yogyakarta dan Presidium Nasional FoSSEI 2007-2008),Umar bin Abdul Aziz, Sang Fiskalis Muslim.
Ridho
Abdillah,Perbedaan Itu Indah:Umar Bin Abdul Aziz Sang teladan,Fakultas Dakwah
dan Ushuluddin UIM,( http://sofyan.student.umm.ac.id/umar-bin-abdul-aziz-sang-teladan/)