Dakwah
Islamiyah telah menyumbangkan keteladanan tiada bandingannya. Telah banyak
berkorban putra-putra Islam di atas jalan ini sepanjang sejarah. Darah mereka
menjadi api obor bagi generasi-generasi yang datang sesudah mereka. Jika Hasan
Albanna telah dibunuh di jalan protokol terbesar di kota Qahirah, yakni di
lapangan Ramses, dan kemudian dihabisi nyawanya di kamar bedah rumah sakit.
Tidak ada yang menshalati jenazahnya selain empat orang perempuannya saja.
Namun darahnya telah menghidupkan generasi-generasi sesudahnya di bumi ini. Jika
Abdul Qadir Audah, Muhammad Farghali, Yusuf Thal’at, Handawi Dawir, Ibrahim
Thayyib, Mahmud Lathif, Sayyid Quthub, Abdul Fattah Isma’il, Muhammad Yusuf
Hawwasy, Shaleh Sirriyah dan Karim Al-Anadluli serta yang lain dapat mereka
bunuh, namun darah mereka tidak hilang sia-sia. Darah mereka laksana api yang
menggelegarkan dada-dada generasi Islam yang berusaha untuk menegakkan Dien
ALLAH.
JIHAD
DI PALESTINA
Nama
lengkapnya Muhammad Farghali, lahir di Ismailiyah, Mesir pada tahun 1326 H/1906
M. Beliau tumbuh dan dibesarkan dalam didikan Jam’ah Al-Ikhwan Al-Muslimin yang
dipimpin Imam Hasan Al-Banna.
Pada
tahun 1948, Imam Hasan Al-Banna mengumumkan jihad ke Palestina dalam rangka
menyelamatkan negeri para nabi, kiblat umat Islam pertama, tempat berdirinya
masjid Al-Aqsha, dari kaum penjajah. Syaikh Farghali dan pasukan Al-Ikhwan
Al-Muslimin yang berjumlah lebih dari 10.000 orang berhasil menerobos masuk
wilayah Palestina untuk membantu saudara seiman mereka yang sedang berjuang
melawan tentara Zionis Israel, walaupun pada saat itu pemerintahan Nuqrasyi dan
tentara Inggris memperketat pintu perbatasan. Dimedan Jihad Palestina, Syaikh
Farghali tidak hanya memberikan semangat dan motivasi berjuang kepada pasukan
mujahidin dari Jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimin, tetapi beliau juga memberikan
contoh berjuang yang gigih, dilakukan dengan sepenuh hati, niat ikhlas dalam
rangka mencari ridha Allah, mengharapkan mati di jalan-NYa.
Di
antara operasi heroik yang dilakukan Syaikh Farghali adalah ketika beliau
dengan delapan orang pasukannya, dengan kecerdikan dan kewaspadaan yang tinggi
dapat memasuki kamp militer Yahudi sebelum waktu subuh. Setelah berhasil
menyelinap dan memasuki kamp Zionis Yahudi, Syaikh mencari tempat yang
tertinggi, di tempat tersebut beliau mengumandangkan adzan, membesarkan nama
Allah, Allahu Akbar… Allahu Akbar…Mendengar suara adzan dikumandangkan oleh
Syaikh Farghali, tentara Zionis Yahudi terkejut dan sangat takut, mereka
menganggap sudah terkepung, sehingga tentara Zionis tersebut lari tunggang
langgang dan meninggalkan apa saja yang ada di kamp, sehingga dengan izin Allah
kamp tentara Zionis Yahudi dapat direbut secara utuh oleh para mujahidin yang
dipimpin Syaikh Farghali, kemudian diserahkan kepada pasukan Mesir.
Jiwa
pejuang tetap melekat dalam diri Syaikh Farghali hingga akhir hayatnya, beliau
sangat benci kepada kaki tangan penjajah, bahkan pernah menjuluki antek-antek
penjajah dengan “budak materi”, “budak hawa nafsu”, “budak syahwat” dan
“syubhat”. Beliau tidak takut kepada siapa pun apalagi kepada penjajah dan
antek-anteknya, beliau hanya takut kepada yang menciptakan dirinya dan alam
semesta yaitu Allah Rabbal’alamin.
Saksikan pula sang tiran, Abdul
Nasser yang dengan sukarela menyerahkan kepala Syaikh Muhammad Farghali ke
tiang gantungan untuk memenuhi dahaga majikannya; Yahudi, Inggris, Amerika dan
Rusia, sebagai hadiah gratis bersama lima sahabatnya yang lain yang mereka
hukum gantung pada tanggal 7 Desember 1954.
Salah satu majalah Prancis 'Bari Matish',
terbit pada tanggal 8 Desember 1954, menulis catatan peristiwa berikut ini:
"Pada jam 6 pagi kemarin, 7 Desember 1954, bendera hitam dikibarkan di
dalam penjara Kairo, dimana para terdakwa yang akan dijatuhi hukuman mati
digiring ke tiang gantungan dengan kaki telanjang dan baju eksekusi berwarna
merah. Hukuman gantung itu dijatuhkan kepada enam orang Ikhwanul Muslimin,
mereka adalah: Mahmud Abdul Lathif, Yusuf Thal'at, Handawi Duwair, Ibrahim ath-Thayyib,
Muhammad Farghali dan Abdul Qadir Audah, pada jam 8 pagi.
Seluruh negara-negara Arab dan
Islam sangat marah dan murka mendengar eksekusi tersebut. Negeri-negeri Syam
dan beberapa negara Arab mengumumkan sebagai hari berkabung atas kematian enam
anggota Ikhwanul Muslimin. Salah satu komentar terkait eksekusi tersebut
disampaikan oleh ustadz Ali Thanthawi di Damaskus dan disebarluaskan oleh media
massa Arab Islam. Beliau berkata: "Andai saja perkara ini milikku, niscaya
saya takkan menjadikannya sebagai hari berkabung, tapi saya jadikan sebagai
hari bahagia dan kegembiraan. Saya tidak menjadikannya sebagai tempat berkumpul
orang yang berduka, tapi pesta pernikahan para syuhada dengan bidadari syurga.
Saya juga takkan duduk bersama Ikhwan menerima ucapan duka cita dan
belasungkawa, tapi ucapan selamat.
Akhirnya, Syaikh Farghali bersama
lima orang sahabatnya, Mahmud Abdul Lathif, Yusuf Thala’at, Hindawi Duwair,
Ibrahim Ath Thayyib dan Abdul Qadir Audah, dihukum gantung pada hari Jum’at, 7
Desember 1954 akibat pengkhianatan kawannya yang cinta kedudukan dan kekuasaan,
Jamal Abdun Nashir. Padahal Jamal Abdun Nashir telah berjanji setia untuk
berjuang bersama jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimin untuk menegakkan Islam di muka
bumi ini, membantu saudara-saudaranya yang dizalimi oleh musuh- musuh Allah.
Akan tetapi dia tidak tahan dengan godaan jabatan dan fitnah dunia, sehingga
sampai hati dia gantung saudaranya dalam satu jama’ah, seorang ulama dan
pejuang Palestina yang telah berkorban dengan harta dan jiwanya.
Ketika akan dieksekusi, Syaikh
Farghali berdiri di depan tiang gantungan dengan teguh dan tegar. Ia tersenyum
dan nampak bahagia karena akan menemui Al-Khalik, sambil mengulang-ulang
perkataan saudaranya yang lebih dulu syahid, “ Saya ingin segera menemui-Mu,
Wahai Rabbi, agar Engkau ridha.”
Di antara
orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara
mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah
(janjinya).(QS:
Al-Ahzab/33: 23)
Dan
orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal
mereka.(QS:
Muhammad/47: 4)
Semoga Allah memasukkan Syaikh
Muhammad Farghali dan mereka yang dieksekusi di tiang gantung bersamanya ke
dalam golongan orang-orang yang diberi nikmat, yaitu para Nabi, Shiddiqin,
Syuhada, dan orang-orang shaleh. Amin.
Kepribadian
Syeikh Muhammad Farghali adalah figur yang
memiliki iman mendalam, keteguhan jiwa, dan tekad yang kuat dengan penampilan
yang zuhud, lebih mengutamakan karya dari pada bicara, mencintai seluruh
manusia, rela membantu mereka khususnya orang-orang yang lemah di antara
mereka. Ia siap berada di samping mereka untuk mendapatkan hak-haknya,
mengangkat keculasan dan kezaliman yang menimpa mereka. Ia berbicara dengan tenang, kalimatnya ringkas dan sederhana, makna dan
tujuannya dalam. Mengandung kelembutan, kasih sayang dan cinta kepada Ikhwan.
Ia sangat percaya dan yakin pada apa yang ada di sisi Allah berupa kemenangan bagi
agama ini dan untuk hamba-hamba-Nya yang saleh apabila mereka jujur dengan
Allah Ta'ala serta mengikhlaskan niat untuk-Nya.
dai dan mujahid yang menjadi
kecintaan dan kepercayaan Imam Syahid Hasan al-Banna, ketergantungannya kepada
Allah lalu kepada dirinya sendiri dalam menghadapi berbagai perkara dan
peristiwa-peristiwa besar. Dia adalah sosok sahabat terbaik dalam setiap
situasi dan kondisi.
Syaikh Farghali adalah bagian
penting dalam sejarah perjalanan gerakan Ikhwanul Muslimin internasional sejak
berdirinya, dan keterlibatan beliau di awal berdirinya Jamaah ini hingga Allah
memuliakannya melalui syahadah di tangan Fir'aun Mesir; Abdul Nasser. Anggota
jamaah Ikhwanul
Muslimin dari kalangan orang tua dan pemuda
melihat pada diri lelaki ini dengan pandangan hormat, cinta dan kesetiaan.
Karena sifat-sifat kebaikan dan kewiraan yang lekat pada dirinya.
Ustadz Abbas as-Siisi berkata
dalam bukunya "Fi Qafilatil Ikhwan", Syeikh Muhammad Farghali adalah
salah satu dai Islam, dan pionir pertama Ikhwanul Muslimin. Beliau bekerja
bersama Imam Syahid Hasan al-Banna sejak memulai dakwahnya di kota Ismailiyah.
Imam Syahid lalu memilihnya dengan memberi beberapa tanggung jawab besar, dan
ia pun menunaikan tugasnya dengan baik. Ia senantiasa berbaik sangka kepada
Allah dan bersiap siaga di tengah kota dengan melakukan perlawanan, walau
berada dalam kepungan penjajah Inggris. Namun ia berhasil menjadikan bumi Mesir
guncang di bawah tapak kaki mereka.
Dalam bukunya "Mudzakkiraat
ad-Dakwah wa ad-Da'iyah", Imam Syahid Hasan al-Banna berkata tentang
Syeikh Muhammad Farghali, "Ketika pembangunan masjid yang diminta oleh
pekerja perusahaan pengolahan kurma di Ismailiyah telah selesai, kami
menugaskan Syeikh Muhammad Farghali yang ketika itu bekerja sebagai guru di Ma'had
Hira untuk menjadi imam dan guru di masjid tersebut. Syeikh Muhammad Farghali
pun tiba di sana dan menerima penyerahan masjid yang akan berada di bawah
tanggung jawabnya. Sebuah tempat tinggal lalu disiapkan di samping masjid itu.
Dan selanjutnya, spirit dan jiwanya pun dapat merasuk dalam diri para pekerja
itu. Dalam beberapa minggu saja, pengetahuan, wawasan keislaman, spiritual dan
jiwa sosial para pekerja itu mengalami peningkatan menakjubkan. Mereka telah
mengetahui nilai diri mereka masing-masing, kemuliaan tugas mereka dalam
kehidupan, dan keagungan diri mereka sebagai manusia. Rasa takut, cemas, kehinaan dan
kelemahan pun lenyap dari dalam diri mereka. Berganti dengan kemuliaan iman
kepada Allah Ta'ala dan pengetahuan tentang tugas mulia mereka dalam kehidupan
ini –Khalifah di muka bumi-. Mereka pun bersungguh-sungguh menunaikan tugasnya
mengikuti sabda Rasulullah saw.,
إن
الله يحب إذا
عمل أحدكم عملاً أن يتقنه
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla cinta
bila seorang dari kalian bekerja lalu menyempurnakannya."
Mereka tidak menuntut sesuatu
yang bukan milik mereka. Tidak ditawan oleh ketamakan yang hina, dan tidak
terbelenggu oleh syahwat yang rendah. Maka seorang dari mereka berdiri
dihadapan pimpinannya dengan kepala tegak penuh etika dan sopan santun. Mereka
berbicara kepada atasannya dengan alasan dan logika yang kuat. Tidak
mengucapkan kata-kata kotor, kasar, atau menampakkan sesuatu dengan maksud
menghina atau merendahkan. Mereka juga bersatu dalam ukhuwah yang kuat, menyatu
dalam cinta, kesungguhan dan amanah.
Jihad di Palestina
Syeikh Muhammad Farghali adalah
salah satu pimpinan Ikhwanul Muslimin paling menonjol yang mengharuskan adanya
latihan perang untuk saudara-saudara mereka di Palestina. Merekalah yang
kemudian turut menyerang pos-pos Yahudi dan koloni-koloni mereka.
Perang di Mesir
Pada tahun 1951, pemerintahan Mesir
menghapuskan perjanjian dengan Inggris yang disepakati pada tahun 1936. Namun
Inggris memandang rendah pembatalan perjanjian itu. Syaikh Farghali bersama
Ikhwan kembali memasuki medan perang dengan penuh semangat, ketulusan dan
keberanian melawan musuh di atas pesisir Terusan Suez, hingga membuat Presiden
Prancis [seharusnya ini adalah Perdana Menteri Inggris] ketika itu, Winsthon
Churchil mengeluarkan statemen dan pernyatannya yang terkenal di London. Ia
berkata, "Ada satu elemen baru yang sekarang turut terlibat dalam
peperangan." Peperangan hebat terus berkecamuk antara relawan Mesir dengan
pasukan imperialis Inggris di atas Terusan Suez, kamp-kamp at-Tal al-Kabir, di
barak-barak pasukan Inggris, di Port Sa'id, Ismailiyah, dan Suez. Disinilah
darah para syuhada mengalir dan ruh mereka kembali ke haribaan Tuhannya.
Realitas ini membuat Inggris
semakin yakin bahwa mereka takkan mungkin berdiam semakin lama di hadapan unsur
baru yang terdiri dari relawan Ikhwanul Muslimin. Keberanian dan kepahlawanan
yang tampak pada diri Syeikh Muhammad Farghali sungguh menciptakan rasa takut
dalam diri pasukan Inggris. Sehingga mereka mengeluarkan sayembara dengan
hadiah sangat besar bagi siapa pun yang dapat menangkap Syeikh Farghali, hidup
atau mati. Tapi usaha mereka sia-sia belaka.
Dai yang sarat pengalaman ini,
Syaikh Muhammad Farghali adalah ketua Ikhwanul Muslimin di Distrik Ismailiyah,
dan didukung oleh tangan kanannya yang senantiasa membantunya, mujahid
pemberani Yusuf Thal'at. Kedua orang inilah yang menjadi sumber ketakutan bagi
kekuatan pasukan imperialis Inggris di Terusan Suez.
Syaikh Farghali dalam
kapasitasnya sebagai ketua kongres, lalu membawa keputusan tersebut ke kantor
sekretariat Umum Ikhwanul Muslimin di Kairo. Sekaligus memaklumatkan kepada
seluruh pegawai yang bekerja di Terusan Suez agar melakukan pemogokan umum.
Juga kepada para pedagang yang selama ini mensuplai bahan makanan dan
perbekalan untuk pasukan Inggris agar menghentikan pengiriman barang. Semuanya
bersatu bersama mujahidin Ikhwanul Muslimin untuk melawan dan memerangi
Inggris.
Dalam peperangan tersebut,
pasukan Mujahidin Ikhwan berhasil menewaskan prajurit Inggris dan melukai
mereka dalam jumlah besar, selain menghancurkan tangsi-tangsi militer,
jembatan-jembatan, tank, dan kendaraan lapis baja. Serangan tersebut membuat
pasukan Inggris ketakutan dan mengumumkan keadaan darurat, serta melarang para
prajuritnya keluar dari kediaman mereka setelah matahari tenggelam. Wibawa
mereka segera runtuh di hadapan rakyat Mesir. Sehingga anak-anak kecil pun
melempari mereka dengan bebatuan. Sebagian dari pasukan militer Mesir mulai
bersemangat dan bergabung bersama Ikhwan dengan melatih para pemuda cara
menggunakan peralatan perang dan mengajari mereka strategi peperangan.
berbagai sumber di internet
0 comments:
Post a Comment