Monday, 11 February 2013

Syaikh Muhammad Farghali



                Dakwah Islamiyah telah menyumbangkan keteladanan tiada bandingannya. Telah banyak berkorban putra-putra Islam di atas jalan ini sepanjang sejarah. Darah mereka menjadi api obor bagi generasi-generasi yang datang sesudah mereka. Jika Hasan Albanna telah dibunuh di jalan protokol terbesar di kota Qahirah, yakni di lapangan Ramses, dan kemudian dihabisi nyawanya di kamar bedah rumah sakit. Tidak ada yang menshalati jenazahnya selain empat orang perempuannya saja. Namun darahnya telah menghidupkan generasi-generasi sesudahnya di bumi ini. Jika Abdul Qadir Audah, Muhammad Farghali, Yusuf Thal’at, Handawi Dawir, Ibrahim Thayyib, Mahmud Lathif, Sayyid Quthub, Abdul Fattah Isma’il, Muhammad Yusuf Hawwasy, Shaleh Sirriyah dan Karim Al-Anadluli serta yang lain dapat mereka bunuh, namun darah mereka tidak hilang sia-sia. Darah mereka laksana api yang menggelegarkan dada-dada generasi Islam yang berusaha untuk menegakkan Dien ALLAH.


JIHAD DI PALESTINA
                Nama lengkapnya Muhammad Farghali, lahir di Ismailiyah, Mesir pada tahun 1326 H/1906 M. Beliau tumbuh dan dibesarkan dalam didikan Jam’ah Al-Ikhwan Al-Muslimin yang dipimpin Imam Hasan Al-Banna.
                Pada tahun 1948, Imam Hasan Al-Banna mengumumkan jihad ke Palestina dalam rangka menyelamatkan negeri para nabi, kiblat umat Islam pertama, tempat berdirinya masjid Al-Aqsha, dari kaum penjajah. Syaikh Farghali dan pasukan Al-Ikhwan Al-Muslimin yang berjumlah lebih dari 10.000 orang berhasil menerobos masuk wilayah Palestina untuk membantu saudara seiman mereka yang sedang berjuang melawan tentara Zionis Israel, walaupun pada saat itu pemerintahan Nuqrasyi dan tentara Inggris memperketat pintu perbatasan. Dimedan Jihad Palestina, Syaikh Farghali tidak hanya memberikan semangat dan motivasi berjuang kepada pasukan mujahidin dari Jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimin, tetapi beliau juga memberikan contoh berjuang yang gigih, dilakukan dengan sepenuh hati, niat ikhlas dalam rangka mencari ridha Allah, mengharapkan mati di jalan-NYa.
                Di antara operasi heroik yang dilakukan Syaikh Farghali adalah ketika beliau dengan delapan orang pasukannya, dengan kecerdikan dan kewaspadaan yang tinggi dapat memasuki kamp militer Yahudi sebelum waktu subuh. Setelah berhasil menyelinap dan memasuki kamp Zionis Yahudi, Syaikh mencari tempat yang tertinggi, di tempat tersebut beliau mengumandangkan adzan, membesarkan nama Allah, Allahu Akbar… Allahu Akbar…Mendengar suara adzan dikumandangkan oleh Syaikh Farghali, tentara Zionis Yahudi terkejut dan sangat takut, mereka menganggap sudah terkepung, sehingga tentara Zionis tersebut lari tunggang langgang dan meninggalkan apa saja yang ada di kamp, sehingga dengan izin Allah kamp tentara Zionis Yahudi dapat direbut secara utuh oleh para mujahidin yang dipimpin Syaikh Farghali, kemudian diserahkan kepada pasukan Mesir.
                Jiwa pejuang tetap melekat dalam diri Syaikh Farghali hingga akhir hayatnya, beliau sangat benci kepada kaki tangan penjajah, bahkan pernah menjuluki antek-antek penjajah dengan “budak materi”, “budak hawa nafsu”, “budak syahwat” dan “syubhat”. Beliau tidak takut kepada siapa pun apalagi kepada penjajah dan antek-anteknya, beliau hanya takut kepada yang menciptakan dirinya dan alam semesta yaitu Allah Rabbal’alamin.
                Saksikan pula sang tiran, Abdul Nasser yang dengan sukarela menyerahkan kepala Syaikh Muhammad Farghali ke tiang gantungan untuk memenuhi dahaga majikannya; Yahudi, Inggris, Amerika dan Rusia, sebagai hadiah gratis bersama lima sahabatnya yang lain yang mereka hukum gantung pada tanggal 7 Desember 1954.
Salah satu majalah Prancis 'Bari Matish', terbit pada tanggal 8 Desember 1954, menulis catatan peristiwa berikut ini: "Pada jam 6 pagi kemarin, 7 Desember 1954, bendera hitam dikibarkan di dalam penjara Kairo, dimana para terdakwa yang akan dijatuhi hukuman mati digiring ke tiang gantungan dengan kaki telanjang dan baju eksekusi berwarna merah. Hukuman gantung itu dijatuhkan kepada enam orang Ikhwanul Muslimin, mereka adalah: Mahmud Abdul Lathif, Yusuf Thal'at, Handawi Duwair, Ibrahim ath-Thayyib, Muhammad Farghali dan Abdul Qadir Audah, pada jam 8 pagi.
                Seluruh negara-negara Arab dan Islam sangat marah dan murka mendengar eksekusi tersebut. Negeri-negeri Syam dan beberapa negara Arab mengumumkan sebagai hari berkabung atas kematian enam anggota Ikhwanul Muslimin. Salah satu komentar terkait eksekusi tersebut disampaikan oleh ustadz Ali Thanthawi di Damaskus dan disebarluaskan oleh media massa Arab Islam. Beliau berkata: "Andai saja perkara ini milikku, niscaya saya takkan menjadikannya sebagai hari berkabung, tapi saya jadikan sebagai hari bahagia dan kegembiraan. Saya tidak menjadikannya sebagai tempat berkumpul orang yang berduka, tapi pesta pernikahan para syuhada dengan bidadari syurga. Saya juga takkan duduk bersama Ikhwan menerima ucapan duka cita dan belasungkawa, tapi ucapan selamat.
                Akhirnya, Syaikh Farghali bersama lima orang sahabatnya, Mahmud Abdul Lathif, Yusuf Thala’at, Hindawi Duwair, Ibrahim Ath Thayyib dan Abdul Qadir Audah, dihukum gantung pada hari Jum’at, 7 Desember 1954 akibat pengkhianatan kawannya yang cinta kedudukan dan kekuasaan, Jamal Abdun Nashir. Padahal Jamal Abdun Nashir telah berjanji setia untuk berjuang bersama jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimin untuk menegakkan Islam di muka bumi ini, membantu saudara-saudaranya yang dizalimi oleh musuh- musuh Allah. Akan tetapi dia tidak tahan dengan godaan jabatan dan fitnah dunia, sehingga sampai hati dia gantung saudaranya dalam satu jama’ah, seorang ulama dan pejuang Palestina yang telah berkorban dengan harta dan jiwanya.
                Ketika akan dieksekusi, Syaikh Farghali berdiri di depan tiang gantungan dengan teguh dan tegar. Ia tersenyum dan nampak bahagia karena akan menemui Al-Khalik, sambil mengulang-ulang perkataan saudaranya yang lebih dulu syahid, “ Saya ingin segera menemui-Mu, Wahai Rabbi, agar Engkau ridha.”
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).(QS: Al-Ahzab/33: 23)
Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.(QS: Muhammad/47: 4)
                Semoga Allah memasukkan Syaikh Muhammad Farghali dan mereka yang dieksekusi di tiang gantung bersamanya ke dalam golongan orang-orang yang diberi nikmat, yaitu para Nabi, Shiddiqin, Syuhada, dan orang-orang shaleh. Amin.

Kepribadian
Syeikh Muhammad Farghali adalah figur yang memiliki iman mendalam, keteguhan jiwa, dan tekad yang kuat dengan penampilan yang zuhud, lebih mengutamakan karya dari pada bicara, mencintai seluruh manusia, rela membantu mereka khususnya orang-orang yang lemah di antara mereka. Ia siap berada di samping mereka untuk mendapatkan hak-haknya, mengangkat keculasan dan kezaliman yang menimpa mereka. Ia berbicara dengan tenang, kalimatnya ringkas dan sederhana, makna dan tujuannya dalam. Mengandung kelembutan, kasih sayang dan cinta kepada Ikhwan. Ia sangat percaya dan yakin pada apa yang ada di sisi Allah berupa kemenangan bagi agama ini dan untuk hamba-hamba-Nya yang saleh apabila mereka jujur dengan Allah Ta'ala serta mengikhlaskan niat untuk-Nya.
                dai dan mujahid yang menjadi kecintaan dan kepercayaan Imam Syahid Hasan al-Banna, ketergantungannya kepada Allah lalu kepada dirinya sendiri dalam menghadapi berbagai perkara dan peristiwa-peristiwa besar. Dia adalah sosok sahabat terbaik dalam setiap situasi dan kondisi.
                Syaikh Farghali adalah bagian penting dalam sejarah perjalanan gerakan Ikhwanul Muslimin internasional sejak berdirinya, dan keterlibatan beliau di awal berdirinya Jamaah ini hingga Allah memuliakannya melalui syahadah di tangan Fir'aun Mesir; Abdul Nasser. Anggota jamaah Ikhwanul
Muslimin dari kalangan orang tua dan pemuda melihat pada diri lelaki ini dengan pandangan hormat, cinta dan kesetiaan. Karena sifat-sifat kebaikan dan kewiraan yang lekat pada dirinya.
                Ustadz Abbas as-Siisi berkata dalam bukunya "Fi Qafilatil Ikhwan", Syeikh Muhammad Farghali adalah salah satu dai Islam, dan pionir pertama Ikhwanul Muslimin. Beliau bekerja bersama Imam Syahid Hasan al-Banna sejak memulai dakwahnya di kota Ismailiyah. Imam Syahid lalu memilihnya dengan memberi beberapa tanggung jawab besar, dan ia pun menunaikan tugasnya dengan baik. Ia senantiasa berbaik sangka kepada Allah dan bersiap siaga di tengah kota dengan melakukan perlawanan, walau berada dalam kepungan penjajah Inggris. Namun ia berhasil menjadikan bumi Mesir guncang di bawah tapak kaki mereka.
                Dalam bukunya "Mudzakkiraat ad-Dakwah wa ad-Da'iyah", Imam Syahid Hasan al-Banna berkata tentang Syeikh Muhammad Farghali, "Ketika pembangunan masjid yang diminta oleh pekerja perusahaan pengolahan kurma di Ismailiyah telah selesai, kami menugaskan Syeikh Muhammad Farghali yang ketika itu bekerja sebagai guru di Ma'had Hira untuk menjadi imam dan guru di masjid tersebut. Syeikh Muhammad Farghali pun tiba di sana dan menerima penyerahan masjid yang akan berada di bawah tanggung jawabnya. Sebuah tempat tinggal lalu disiapkan di samping masjid itu. Dan selanjutnya, spirit dan jiwanya pun dapat merasuk dalam diri para pekerja itu. Dalam beberapa minggu saja, pengetahuan, wawasan keislaman, spiritual dan jiwa sosial para pekerja itu mengalami peningkatan menakjubkan. Mereka telah mengetahui nilai diri mereka masing-masing, kemuliaan tugas mereka dalam kehidupan, dan keagungan diri mereka sebagai manusia. Rasa takut, cemas, kehinaan dan kelemahan pun lenyap dari dalam diri mereka. Berganti dengan kemuliaan iman kepada Allah Ta'ala dan pengetahuan tentang tugas mulia mereka dalam kehidupan ini –Khalifah di muka bumi-. Mereka pun bersungguh-sungguh menunaikan tugasnya mengikuti sabda Rasulullah saw.,
إن الله يحب إذا عمل أحدكم عملاً أن يتقنه
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla cinta bila seorang dari kalian bekerja lalu menyempurnakannya."
                Mereka tidak menuntut sesuatu yang bukan milik mereka. Tidak ditawan oleh ketamakan yang hina, dan tidak terbelenggu oleh syahwat yang rendah. Maka seorang dari mereka berdiri dihadapan pimpinannya dengan kepala tegak penuh etika dan sopan santun. Mereka berbicara kepada atasannya dengan alasan dan logika yang kuat. Tidak mengucapkan kata-kata kotor, kasar, atau menampakkan sesuatu dengan maksud menghina atau merendahkan. Mereka juga bersatu dalam ukhuwah yang kuat, menyatu dalam cinta, kesungguhan dan amanah.
Jihad di Palestina
                Syeikh Muhammad Farghali adalah salah satu pimpinan Ikhwanul Muslimin paling menonjol yang mengharuskan adanya latihan perang untuk saudara-saudara mereka di Palestina. Merekalah yang kemudian turut menyerang pos-pos Yahudi dan koloni-koloni mereka.

Perang di Mesir
Pada tahun 1951, pemerintahan Mesir menghapuskan perjanjian dengan Inggris yang disepakati pada tahun 1936. Namun Inggris memandang rendah pembatalan perjanjian itu. Syaikh Farghali bersama Ikhwan kembali memasuki medan perang dengan penuh semangat, ketulusan dan keberanian melawan musuh di atas pesisir Terusan Suez, hingga membuat Presiden Prancis [seharusnya ini adalah Perdana Menteri Inggris] ketika itu, Winsthon Churchil mengeluarkan statemen dan pernyatannya yang terkenal di London. Ia berkata, "Ada satu elemen baru yang sekarang turut terlibat dalam peperangan." Peperangan hebat terus berkecamuk antara relawan Mesir dengan pasukan imperialis Inggris di atas Terusan Suez, kamp-kamp at-Tal al-Kabir, di barak-barak pasukan Inggris, di Port Sa'id, Ismailiyah, dan Suez. Disinilah darah para syuhada mengalir dan ruh mereka kembali ke haribaan Tuhannya.
                Realitas ini membuat Inggris semakin yakin bahwa mereka takkan mungkin berdiam semakin lama di hadapan unsur baru yang terdiri dari relawan Ikhwanul Muslimin. Keberanian dan kepahlawanan yang tampak pada diri Syeikh Muhammad Farghali sungguh menciptakan rasa takut dalam diri pasukan Inggris. Sehingga mereka mengeluarkan sayembara dengan hadiah sangat besar bagi siapa pun yang dapat menangkap Syeikh Farghali, hidup atau mati. Tapi usaha mereka sia-sia belaka.
                Dai yang sarat pengalaman ini, Syaikh Muhammad Farghali adalah ketua Ikhwanul Muslimin di Distrik Ismailiyah, dan didukung oleh tangan kanannya yang senantiasa membantunya, mujahid pemberani Yusuf Thal'at. Kedua orang inilah yang menjadi sumber ketakutan bagi kekuatan pasukan imperialis Inggris di Terusan Suez.
                Syaikh Farghali dalam kapasitasnya sebagai ketua kongres, lalu membawa keputusan tersebut ke kantor sekretariat Umum Ikhwanul Muslimin di Kairo. Sekaligus memaklumatkan kepada seluruh pegawai yang bekerja di Terusan Suez agar melakukan pemogokan umum. Juga kepada para pedagang yang selama ini mensuplai bahan makanan dan perbekalan untuk pasukan Inggris agar menghentikan pengiriman barang. Semuanya bersatu bersama mujahidin Ikhwanul Muslimin untuk melawan dan memerangi Inggris.
                Dalam peperangan tersebut, pasukan Mujahidin Ikhwan berhasil menewaskan prajurit Inggris dan melukai mereka dalam jumlah besar, selain menghancurkan tangsi-tangsi militer, jembatan-jembatan, tank, dan kendaraan lapis baja. Serangan tersebut membuat pasukan Inggris ketakutan dan mengumumkan keadaan darurat, serta melarang para prajuritnya keluar dari kediaman mereka setelah matahari tenggelam. Wibawa mereka segera runtuh di hadapan rakyat Mesir. Sehingga anak-anak kecil pun melempari mereka dengan bebatuan. Sebagian dari pasukan militer Mesir mulai bersemangat dan bergabung bersama Ikhwan dengan melatih para pemuda cara menggunakan peralatan perang dan mengajari mereka strategi peperangan.

berbagai sumber di internet             

0 comments:

Post a Comment

 
;