Harus kah berhijab??
Turunnya
tuntunan Allah kepada Muslimah untuk menutup aurat adala sebuah peristiwa yang sangat mengharukan. Begitu mendengar
ketentuan berhijab, perempuan-perempuan Madinah di zaman Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wasallam segera membentangkan lebar-lebar kain panjang utnuk menutup
auratnya. Bahkan ada diantara mereka yang menggunakan kain tirai dan seprei
karena tiadak sanggup membeli kain baru. Setelah 1500 tahun sejarah berhijab
berjalan, ia tetap menjadi fenomena yang menggetarkan hati.
Pada
tahun 2007, ketika akhir sekolah menuju kelulusan. Ada teman-teman yang telah
berhijab sewaktu sekolah, mengalami kendala dalam mempertahankan hijabnya. Ketika
akan berfoto ijazah, mereka diharuskan berfoto dengan harus tetap menampakkan
telinga. Ketika itu aku belum terlalu mengerti tentang pentingnya
berhijab bagi seorang muslimah juga kaget mendengarkan syarat tersebut. Demikianlah,
begitu panik dan ketakutan pihak sekolah jikalau si anak yang memakai hijab itu
bila lulus dari sekolah. Seperti yang diketahui pada saat itu pikiran negatif
tentang penggunaan hijab di Indonesia seperti sulit mendapatkan pekerjaan,
sulit jodoh dan hal-hal yang lain yang
membuat para muslimah berpikir berulang kali jika akan memakai hijab, ya ini
lah bentuk Gowazul Fikr. Dengan tegas teman-temanku tetap mempertahankan
hijabnya. Akhirnya pihak sekolah memberikan selembar kertas pernyataan bahwa
pihak sekolah tidak bertanggung jawab jikalau si anak yang berhijab mengalami
kesulitan selepas sekolah. Lagi-lagi inilah yang perlu di perhatikan,
bayangkan sampai ke instansi pendidikan berpikiran seperti itu, bukahkah
mayoritas penduduk di Indonesia adalah umat Islam?
Dimulailah
kisah perjalanan berhijabku. Setelah tamat sekolah, sama halnya seperti
teman-teman yang berkeinginan untuk kuliah , segala daya dan upaya di tempuh
namun apa daya di semua perguruan tinggi yang di ikuti tidak lulus. Mulai dari UNSRI,
poltekkes, poltek, setelah kejadian itu, sedih melanda dan tetap harus berbesar
hati inilah saatnya introspeksi diri. Akhirnya aku
mulai mencari pekerjaan untuk megisi waktu dalam setahun. Lamaran pekerjaan
dicari mulai dari menjadi SPG di mall-mall, accounting, sales, namun tidak ada yang
menerima lamaran kerjaku. Sempat frustasi, lalu terbesitlah untuk mengenakan
hijab, orang tua pun mulai mempertanyakan niat ini, apakah sanggup menjalani
hidup dengan berhijab, bukankah sulit untuk mendapatkan kerja, bersosialisasi,
dan lain-lain.
Ujian
terasa berat dirasakan jikalau orangtua tidak mendukung setiap keputusan yang
dibuat. Dada begitu sesak, dalam kesedihan hanya dapat bermunajat kepada Allah
akan keinginan ini, memohon untuk dikuatkan serta mendapatkan pekerjaan, tanpa
harus melepas hijab, belum selesai rasa sedih ini, ketika hendak menumpahkan
air mata dan ingin menangis sejadi-jadinya, mama menyampaikan kabar bahwa ada
pekerjaan untukku, dengan sangat bersyukur dan bahagia ketika mendengarkan
kabar tersebut, lega tiada tara hati ini. Inilah rezeki dan nikmat yang tidak
disangka-sangka. Ketika tiba untuk interview, memantapkan hati mengadap dengan langsung
mengenakan hijab, lagi-lagi godaan itu datang. Mama bertanya apakah tidak
sebaiknya dilepas saja jilbabnya, lalu tunggu sudah lama kerja baru dipakai
jilbabnya. Namun kali ini tidak mau berpikir ulang lagi, mantap dengan
mengenakan jilbab apapun yang terjadi biarlah. Setelah akhirnya diterima kerja di sebuah warnet yang dimana pemiliknya juga megenakan jilbab.
Maka mulailah berniat untuk tetap memakai hijab baik di rumah maupun di tempat
kerja.
Ternyata
ujian itu belum berakhir, mama komplain ketika di dalam lingungan rumah pun
memakai jilbab, beliau menyampaikan pendapatnya ketika keluar di sekitar rumah
tidak pakai jilbab tidak apa-apa. Mungkin beliau melihat banyak tetangga yang
memakai jilbab sewaktu pergi dan ketika keluar di sekitar rumah atau sekedar ke warung mereka tidak
menggunakan jilbabnya, bahkan menganakan baju yang pendek-pendek. Anjuran itu
aku ikuti, tapi lama kelamaan ada rasa
malu dan sesak, merasakan diri ini sangat munafik. Diputuskanlah untuk tetap
memakai jilbab ketika keluar rumah dan kemanapun tujuannya.
Masuk
lingkungan kuliah yaitu tepat hampir satu tahun aku mengenakan jilbab, ada
kejadian lucu. Aku yang terkenal tomboy,
ketika memakai jilbab lebih senang menggunakan celana dasar, karena tahu akibat
mengenakan celana jeans tidak baik bagi kesehatan. Memang aku memiliki 2
koleksi rok di rumah yang memang jarang dipakai. Pada minggu pertama awal
perkuliahan sebagai mahasiswa baru, suatu hari aku mengenakan celana, memang
ketika registrasi ulang mahasiswa baru dan ospek aku menggunakan rok dan pada
saat ospek sesekali menggunakan cenala dasar hitamku. Kembali ke cerita ketika
mb2 yang anak musholah melihat aku memakai celana mereka terlihat heran, aku
sih cuek, sampailah seorang mb yang bilang 'pakai jilbab enaknya pakai rok' dan
juga ada teman satu kelompok pas ospek yang juga terkenal gokilnya bilang, aku
pantasnya pake rok. Belakangan diketahui mengapa muslimah harus memakai rok,
karena memakai celana tetap memperlihatkan potongan bentuk kaki, apa lagi kalau
celananya ketat. Mulailah berangsur-angsur mengenakan rok dan kaos kaki ketika
akan pergi, dan sekarang hingga ketika tetap dalam lingkungan rumah mengenakan
rok, hanya saja kaos kaki belum berjalan, berusaha dalam tahap penyempurnaan. Ya..
Rabb lindungilah aku.
0 comments:
Post a Comment