Friday, 22 February 2013

Hijabku 2008


Harus kah berhijab??
            Turunnya tuntunan Allah kepada Muslimah untuk menutup aurat adala sebuah peristiwa  yang sangat mengharukan. Begitu mendengar ketentuan berhijab, perempuan-perempuan Madinah di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam segera membentangkan lebar-lebar kain panjang utnuk menutup auratnya. Bahkan ada diantara mereka yang menggunakan kain tirai dan seprei karena tiadak sanggup membeli kain baru. Setelah 1500 tahun sejarah berhijab berjalan, ia tetap menjadi fenomena yang menggetarkan hati.
            Pada tahun 2007, ketika akhir sekolah menuju kelulusan. Ada teman-teman yang telah berhijab sewaktu sekolah, mengalami kendala dalam mempertahankan hijabnya. Ketika akan berfoto ijazah, mereka diharuskan berfoto dengan harus tetap menampakkan telinga. Ketika itu aku belum terlalu mengerti tentang pentingnya berhijab bagi seorang muslimah juga kaget mendengarkan syarat tersebut. Demikianlah, begitu panik dan ketakutan pihak sekolah jikalau si anak yang memakai hijab itu bila lulus dari sekolah. Seperti yang diketahui pada saat itu pikiran negatif tentang penggunaan hijab di Indonesia seperti sulit mendapatkan pekerjaan, sulit  jodoh dan hal-hal yang lain yang membuat para muslimah berpikir berulang kali jika akan memakai hijab, ya ini lah bentuk Gowazul Fikr. Dengan tegas teman-temanku tetap mempertahankan hijabnya. Akhirnya pihak sekolah memberikan selembar kertas pernyataan bahwa pihak sekolah tidak bertanggung jawab jikalau si anak yang berhijab mengalami kesulitan selepas sekolah. Lagi-lagi inilah yang perlu di perhatikan, bayangkan sampai ke instansi pendidikan berpikiran seperti itu, bukahkah mayoritas penduduk di Indonesia adalah umat Islam?  
            Dimulailah kisah perjalanan berhijabku. Setelah tamat sekolah, sama halnya seperti teman-teman yang berkeinginan untuk kuliah , segala daya dan upaya di tempuh namun apa daya di semua perguruan tinggi yang di ikuti tidak lulus. Mulai dari UNSRI, poltekkes, poltek, setelah kejadian itu, sedih melanda dan tetap harus berbesar hati inilah saatnya introspeksi diri.  Akhirnya aku mulai mencari pekerjaan untuk megisi waktu dalam setahun. Lamaran pekerjaan dicari mulai dari menjadi SPG di mall-mall, accounting, sales, namun tidak ada yang menerima lamaran kerjaku. Sempat frustasi, lalu terbesitlah untuk mengenakan hijab, orang tua pun mulai mempertanyakan niat ini, apakah sanggup menjalani hidup dengan berhijab, bukankah sulit untuk mendapatkan kerja, bersosialisasi, dan lain-lain.
            Ujian terasa berat dirasakan jikalau orangtua tidak mendukung setiap keputusan yang dibuat. Dada begitu sesak, dalam kesedihan hanya dapat bermunajat kepada Allah akan keinginan ini, memohon untuk dikuatkan serta mendapatkan pekerjaan, tanpa harus melepas hijab, belum selesai rasa sedih ini, ketika hendak menumpahkan air mata dan ingin menangis sejadi-jadinya, mama menyampaikan kabar bahwa ada pekerjaan untukku, dengan sangat bersyukur dan bahagia ketika mendengarkan kabar tersebut, lega tiada tara hati ini. Inilah rezeki dan nikmat yang tidak disangka-sangka. Ketika tiba untuk interview, memantapkan hati mengadap dengan langsung mengenakan hijab, lagi-lagi godaan itu datang. Mama bertanya apakah tidak sebaiknya dilepas saja jilbabnya, lalu tunggu sudah lama kerja baru dipakai jilbabnya. Namun kali ini tidak mau berpikir ulang lagi, mantap dengan mengenakan jilbab apapun yang terjadi biarlah. Setelah akhirnya diterima kerja di sebuah warnet yang dimana pemiliknya juga megenakan jilbab. Maka mulailah berniat untuk tetap memakai hijab baik di rumah maupun di tempat kerja.
            Ternyata ujian itu belum berakhir, mama komplain ketika di dalam lingungan rumah pun memakai jilbab, beliau menyampaikan pendapatnya ketika keluar di sekitar rumah tidak pakai jilbab tidak apa-apa. Mungkin beliau melihat banyak tetangga yang memakai jilbab sewaktu pergi dan ketika keluar di sekitar rumah  atau sekedar ke warung mereka tidak menggunakan jilbabnya, bahkan menganakan baju yang pendek-pendek. Anjuran itu aku ikuti, tapi lama kelamaan  ada rasa malu dan sesak, merasakan diri ini sangat munafik. Diputuskanlah untuk tetap memakai jilbab ketika keluar rumah dan kemanapun tujuannya.
            Masuk lingkungan kuliah yaitu tepat hampir satu tahun aku mengenakan jilbab, ada kejadian  lucu. Aku yang terkenal tomboy, ketika memakai jilbab lebih senang menggunakan celana dasar, karena tahu akibat mengenakan celana jeans tidak baik bagi kesehatan. Memang aku memiliki 2 koleksi rok di rumah yang memang jarang dipakai. Pada minggu pertama awal perkuliahan sebagai mahasiswa baru, suatu hari aku mengenakan celana, memang ketika registrasi ulang mahasiswa baru dan ospek aku menggunakan rok dan pada saat ospek sesekali menggunakan cenala dasar hitamku. Kembali ke cerita ketika mb2 yang anak musholah melihat aku memakai celana mereka terlihat heran, aku sih cuek, sampailah seorang mb yang bilang 'pakai jilbab enaknya pakai rok' dan juga ada teman satu kelompok pas ospek yang juga terkenal gokilnya bilang, aku pantasnya pake rok. Belakangan diketahui mengapa muslimah harus memakai rok, karena memakai celana tetap memperlihatkan potongan bentuk kaki, apa lagi kalau celananya ketat. Mulailah berangsur-angsur mengenakan rok dan kaos kaki ketika akan pergi, dan sekarang hingga ketika tetap dalam lingkungan rumah mengenakan rok, hanya saja kaos kaki belum berjalan, berusaha dalam tahap penyempurnaan. Ya.. Rabb lindungilah aku.

0 comments:

Post a Comment

 
;